Daftar Blog Saya

Kamis, 28 Februari 2013

sahabat kecilku part 1

Anak kecil itu bernama Muhammad Nur Sandi, orang-orang biasa memanggilnya Sandi. Umurnya baru 7 tahun setengah, ia tinggal berdua dengan bapaknya di rumah kecil yang berada di belakang Asrama Padjadjaran 2. Rumah kecilnya sebenarnya ‘tidak benar-benar rumah’ melainkan bekas ruang kantor PDAM yang sudah tidak terpakai. Di sana hanya terdiri dari 2 ruangan, yaitu ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang tidur, dan kamar mandi berukuran ± 1x2 m. Sandi adalah satu-satunya anak laki-laki dikeluarganya, ia sulung dari 3 bersaudara, kedua adiknya perempuan.
****
Beberapa tahun silam, Ibu Sandi baru berumur 16 tahun ketika menikah dengan bapak Sandi. Usia yang sangat muda bahkan bisa dikatakan masih belia. Beliau adalah sosok perempuan yang sabar, perhatian, sederhana dan penuh kasih sayang. Sayangnya, beliau kini sudah tidak ada di dunia ini lagi, ibu Sandi berpulang ke rahmat-Nya ketika sandi baru berumur 3 tahun, Seli ( adik pertama Sandi ) berumur 2 tahun, dan Rika ( adik kedua Sandi berumur 3 hari ). Ibu Sandi meninggal dunia setelah melahirkan Rika, tepatnya setelah 3 hari mengalami koma sesudah melahirkan Rika, dan diumur Rika yang ke 3 hari ibu Sandi menghembuskan nafas terakhirnya saat beristirahat ( tidur ) di kamarnya. Awalnya keluarga mengira kalau beliau sedang tidur, tetapi setelah dibangunkan dan tidak ada reaksi, akhirnya bapak Sandi memanggil dokter, setelah diperikasa, ternyata beliau sudah tidak bernafas. Sang Khalik telah memanggilnya. Maha Suci Alloh yang Maha Menciptakan dan mematikan hamba-Nya.

Alloh menggantikan kepergian ibu sandi dengan menghadirkan seorang bayi mungil, adik kedua Sandi di tengah-tengah keluarga mereka. Adik keduanya ini diberi nama ‘ Salsa Salsabila’, namun setelah diasuh oleh paman Sandi, beliau mengganti nama Salsa menjadi Rika Salsabila. Sejak paman Sandi bercerai dengan istrinya, Rika pun pindah tangan ke asuhan neneknya. Sehingga di rumah kecilnya, Sandi hanya tinggal bertiga dengan bapak dan Seli, adik pertamanya. Sejak ibu sandi pergi, Sandi dan adik-adiknya kehilangan sosok ibu yang selama ini menjadi teman, sahabat, pendidik, dan tempat mereka bermanja-manja ria. Secara otomatis bapak Sandi lah yang kini mengambil alih tugas-tugas tersebut. Namun tetap saja, tidaklah sama keadannya sekarang. Mau tidak mau Sandi dan Seli pun harus belajar mandiri dalam melakukan segala sesuatunya.

Pekerjaan bapak Sandi sehari-hari adalah mencari dan mengumpulkan barang-barang bekas. Setiap bapak pergi bekerja, Sandi dan Seli selalu ikut serta. Mereka selalu mendampingi kemanapun bapak pergi. Karena tidak mungkin keduanya ditinggal di rumah mereka yang jauh dari tetangga, Rumah mereka adalah satu-satunya rumah warga yang ada di belakang Asrama. Di samping kanan rumah mereka ada jalan raya yang menuju kiara payung, sedangkan di belakang rumah adalah peternakan sapi dan di sekeliling rumah hanya pepohonan. Orang-orang mungkin tak akan menyangka jika di belakang asrama yang berdiri dengan megahnya itu ternyata ada keluarga kecil yang tinggal di sana, terisolir dari dunia luar.

Sandi, bapak, dan Seli biasa berangkat pagi dan pulang sore atau malam untuk mencari dan mengumpulkan barang-barang plastic bekas. Tiap jengkal Unpad mereka singgahi hanya untuk mengumpulkan barang-barang plastic bekas yang bagi kebanyakan orang mungkin tidak berharga dan hanya dianggap sampah, namun bagi mereka justru menjadi sumber penghasilan untuk bisa membeli makan dan biaya hidup mereka. Meskipun hasilnya tidak sebanding dengan jerih payah mereka.

Berangkat pagi dan pulang ketika maghrib menjelang, sudah menjadi rutinitas sehari-hari mereka. Tiada hari tanpa mengumpulkan barang palstik bekas. Teriknya matahari, baunya sampah-sampah, dan debu yang menempel di tubuh mereka sudah menjadi teman setia mereka.

Kini Sandi sudah menginjak umur 7 tahun lebih 6 bulan, dan Seli sudah berumur 6 tahun, usia ini sewajarnya adalah usia dimana mereka sudah berhak mendapatkan pendidikan di sekolah dasar, namun karena berbagai keterbatasan yang mereka miliki, impian Sandi yang ingin bersekolah di usia 7 tahunnya itu, harus terpending sementara. Bapak Sandi bingung memikirkan nasib ke dua anaknya jika mereka sekolah,akan pakai apa untuk membayar segala keperluanya nanti? Namun, beliau pun lebih kebingungan dan khawatir lagi jika melihat ke dua anaknya harus ikut bersamanya untuk mengumpulkan barang-barang bekas di saat anak-anak seumuran mereka justru asyik dengan masa anak-anaknya di bangku sekolah, bermain dengan bebasnya, belajar dengan ceria, dan menghabiskan waktu bersama teman-teman sebayanya, sedangkan Sandi dan Seli justru harus berkawan dengan teriknya matahari dan barang bekas.

Cita-cita bapak Sandi adalah ingin membahagiakan anak-anaknya agar kelak nasib mereka tidak seperti nasib beliau. Karena alasan itu, sampai sekarang beliau menunda niatan untuk mencari pengganti ibu sandi. Karena menurutnya yang paling utama sekarang adalah kebahagiaan ketiga anaknya. Lagipula, sosok ibu Sandi masih belum bisa digantikan, untuk mengalihkannya bapak Sandi memfokuskan diri dalam mengurus anak-anaknya dulu.
*****

Suatu hari, ketika Sandi, Seli, dan bapak tengah berjalan pulang setelah mengumpulkan barang-barang bekas, dan sampai di depan fakultas pertanian Unpad, bapak Sandi baru teringat kalau karung tempat mereka mengumpulkan barang-barang bekas hasil berkeliling seharian ini ternyata lupa beliau bawa. Karung tersebut tertinggal di dekat sekre bersama BEM Kema Unpad.

Bapak sandi pun berniat mengambil karung tersebut. Sebelum berangkat,beliau berpesan kepada Sandi dan Seli agar mereka tetap berada di tempat itu sampai bapak kembali. Sandi dan Seli pun mengiyakan. Dengan berat hati dan rasa khawatir yang besar bapak pun bergegas menuju tempat barang yang tertinggal. Bapak Sandi sengaja tidak mengajak keduanya karena kasihan melihat Sandi dan Seli, khawatir kecapean, karena itu bapak sengaja pergi sendiri ke sekre BEM dan menyuruh Sandi dan Seli menunggunya di halte depan Faperta.
Beberapa waktu kemudian, ketika bapak kembali ke tempat itu, Bapak sedikit terkejut dan bertanya-tanya mendapati sepasang suami istri terlihat berada di tempat Sandi dan Seli menunggunya. Seli sudah dalam pangkuan sang ibu ketika bapak datang.

Siapakah mereka? Bapak bertanya dalam hati.

Kedua orang asing itu pun memperkenalkan diri. Mereka adalah pemilik salah satu toko di Ciseke yang kebetulan lewat di jalan depan Faperta dan melihat kedua anak kecil, Sandi dan Seli berada di sana tanpa orang tua. Sang Ibu pun tergugah hatinya dan berminat untuk mengajak Sandi dan Seli ke rumahnya. Sebelum bapak datang, ibu tersebut sempat bertanya pada sandi dan Seli perihal keluarga mereka, akhirnya sang ibu tahu kalau mereka ternyata sudah tidak punya ibu, karena itu ibu tersebut ingin mengajak Sandi dan Seli ke rumahnya untuk tinggal sementara di sana. Oleh Karenanya, beliau pun menyampaikan keinginannya kepada bapak Sandi sekaligus meminta izin. Bapak Sandi tidak bisa memutuskan dengan mudah. Beliau menyerahkan keputusan kepada anak-anaknya, apakah menerima ajakan ibu tersebut atau tidak. Saat itu Seli mengiyakan permintaan sang ibu, sedangkan Sandi tetap memilih untuk tinggal bersama bapaknya. Akhirnya Seli pun tinggal di rumah ibu tersebut.

Selama di rumah tanpa kehadiran Seli, Sandi dan bapak merasa sangat kehilangan, tidur tidak nyenyak, makan pun terasa tak enak. Sandi pun menjadi kehilangan teman satu-satunya . Sebagai obatnya, biasanya mereka menyempatkan mampir ke tempat tinggal Seli yang baru setelah selesai berkeliling mengumpulkan barang bekas, tujuannya adalah menengok keadaan Seli dan sebagai pengobat rindu.

Di tempat tinggal Seli yang baru, ternyata Seli disambut hangat oleh keluarga barunya, sang ibu sangat sayang dan perhatian pada Seli. Beliau langsung menyekolahkannya begitu Seli tinggal di rumahnya. Keluarga baru Seli terlihat keluarga yang ‘berada’, sehingga Seli pun dibuat nyaman di sana karena kebutuhannya terpenuhi. Sandi dan bapak sangat bersyukur melihat keadaan Seli yang baik-baik saja, bahkan terlihat semakin ceria dan bahagia di lingkungan barunya.

Kini sudah lebih dari 6 bulan Sandi dan bapak terpisah dengan Seli. Meskipun di awal-awal tinggal dengan keluarga barunya Seli masih sering merajuk untuk minta pulang ke rumah bapak, akan tetapi karena bujukan dari bapak yang memintanya agar tetap tinggal di sana, akhirnya Seli pun bertahan di tempat itu hingga saat ini.
Hal ini bapak lakukan bukan karena bapak tidak sayang pada Seli, sehingga membiarkanannya tinggal dengan orang lain, justru karena beliau teramat menyayangi Seli sehingga bapak tak ingin melihat putrinya sengsara dan menjadi putus sekolah jika tinggal kembali dengannya. Tak mudah bagi bapak untuk membiarkannya tinggal dengan orang-orang baru yang tidak mempunyai hubungan darah dengan mereka, tetapi sulit juga baginya jika harus membiarkan Seli kembali turun mencari barang-barang bekas bersamanya. Hidup Seli kini sudah jauh lebih baik, Bapak tak ingin merusaknya. Meskipun demikian, Bapak selalu berpesan kepada sang ibu, jika keberadaan Seli di rumah beliau hanya merepotkan, maka tak segan Bapak meminta agar ibu memulangkan kembali Seli ke rumah mereka. Namun, Sang ibu pun mempertahankan Seli, beliau berjanji akan merawat Seli dengan baik, kebetulan beliau adalah ibu dari 4 orang anak yang semuanya adalah laki-laki, anak bungsunya sudah masuk kuliah, dan di rumah hanya tinggal berdua dengan suaminya, dari dulu mereka sangat ingin mempunyai anak perempuan, namun Alloh belum mengizinkankannya. Dengan keberadaan Seli di rumahnya kini, sang ibu merasa Seli adalah jawaban dari doa-doanya selama ini. Akhirnya Seli tetap tinggal dengan sang ibu, dan terpisah dari Sandi dan bapak.

Sandi dan Bapak kini hanya tinggal berdua. Keadaan Sandi sangat berbanding terbalik dengan Seli. Di saat Seli mendapatkan keluarga baru yang sangat menyayanginya, Sandi justru kehilangan satu-satunya teman bermainnya, tempat ia berbagi segala hal dan menghabiskan waktu bersama. Di saat Seli nyaman dan bahagia dengan keadaannya sekarang, Sandi masih harus bergelut dengan kegiatan sehari-harinya yaitu menemani bapak mencari barang-barang bekas. Berbeda ketika dulu Seli masih bersamanya. Mereka biasa bermain bersama, mencari barang bekas bersama, makan, tidur, dan menghabiskan waktu bersama. Kini hal itu sangat sulit untuk bisa dilakukan lagi. Seli sudah punya dunia barunya, dan Sandi tidak pernah iri dengan keadaan adiknya sekarang, ia turut bahagia melihat Seli bahagia, ia turut senang melihat Seli senang. Ia adalah sosok yang tulus dan penuh keceriaan. Tak pernah iri meskipun ia tak memiliki apa yang kini dimiliki dan dinikmati adik pertamanya itu. Baginya kebahagiaan Seli adalah kebahagiaannya juga.

Tanpa kehadiran Seli, Sandi dan bapak tetap melakukan rutinitas mereka sehari-hari yaitu mencari dan mengumpulkan barang bekas. Dan Suatu hari, ketika mereka melewati mushola di Faperta, mereka menghentikan langkah sejenak untuk menepi ke tempat tersebut. Bapak Sandi teringat akan rencana pekerjaan yang sempat terlintas dipikirannya. Di depan rumah kecil mereka ada lahan yang cukup luas yang belum termanfaatkan, Bapak Sandi berencana ingin memanfaatkan lahan tersebut untuk melakukan kegiatan bertani agar hasilnya bisa dipanen dan bisa digunakan untuk menutupi kebutuhan mereka sehari-hari. Karena hasil dari menjual barang bekas rupanya kurang bisa menutupi kebutuhan mereka.

Bapak pun memberanikan diri bertanya kepada seorang mahasiswa yang ada di tempat itu. Beliau menanyakan kalau bibit cabai bisa di dapat dimana, beliau ingin minta bibit tersebut untuk menanami lahan di depan rumahnya yang kosong. Berawal dari percakapan bibit tersebut, bapak pun dipertemukan dengan ketua DKM Faperta. Dan pembicaraan tidak saja membahas tentang bibit, akan tetapi mengarah ke pekerjaan bapak. Dalam percakapan itu ketua DKM menawarkan pekerjaan kepada bapak sebagai petugas kebersihan di DKM, kebetulan petugas yang lama sudah lama tidak bekerja, karena itu bapak pun ditawari pekerjaan di tempat tersebut. Setelah memikirkannya dengan pertimbangan yang matang, akhirnya bapak menerima pekerjaan itu.Berawal dari sini lah episode kehidupan Sandi bertemu dengan keluarga barunya dimulai.

Berangkat pagi ke DKM dan sore mencari barang bekas, kini menjadi rutinitas baru Sandi. Dia tak pernah mengeluh dengan kehidupannya. Ia hadapi semuanya dengan penuh keceriaan,ketulusan, dan kesabaran.
Dan dari sini aku pun ditakdirkan bertemu dengan sosok luar biasa ini. Bagiku, cerita hidup dan sosoknya sangat menginspirasi. Aku selalu dibuatnya haru sekaligus kagum jika mendengar cerita hidupnya.

Kini di DKM Al Amanah Faperta ini Sandi telah menemukan keluarga barunya, di sini ia menemukan teman baru, lingkungan baru, pengalaman baru, cerita baru, bahkan sosok kakak yang belum ia punya, di sini lah ia bisa mendapatkannya. Sosok Sandi yang selalu ceria, aktif, dan supel membuatnya banyak dikenal teman-teman mahasiswa faperta khususnya para pengurus DKM,bahkan tukang ojek, supir angkot gratis dan para petugas kebersihan Unpad. Di DKM ini lah ia biasa menghabiskan waktunya sebelum turun mencari barang bekas. Di sini lah tempatnya bermain, berbagi, dan belajar berbagai hal.

Di saat teman-teman seumurannya yang lain dapat belajar di kelas dengan tenang dan nyaman, ia justru memanfaatkan DKM sebagai tempat belajar dan mengajinya, meskipun sering ramai karena banyak mahasiswa/i yang berdatangan untuk sholat di sini, tetapi itu tidak menghalanginya untuk belajar.
Ketika teman-teman seusianya asyik menggunakan waktu kosongnya untuk bermain-main, ia justru harus turun ke berbagai tempat untuk menemani ayahnya mencari dan mengumpulkan barang-barang bekas yang nantinya mereka jual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Di saat teman-teman seumurannya asyik beristirahat,menonton TV, tidur siang, ia justru menghabiskan waktunya untuk menemani dan menunggui ayahnya yang bekerja.
Dan di saat teman-teman seusianya dapat merasakan kasih sayang dan belaian cinta dari seorang ibu yang sangat dicintainya, ia justru tidak bisa mendapatkan itu semua.

Namun ia tak pernah iri, tak pernah mengeluh, tak pernah menuntut, dan tak pernah meminta agar itu semua bisa juga ia dapatkan. Sandi justru menerima semuanya dengan kelapangan, ketulusan, dan keikhlasan. Tidak ada keluhan yang terlontarkan, justru keceriaan lah yang ia tebarkan.

Dia seperti cahaya kecil yang memberikan penerangan di saat keadaan sekelilingnya dalam kegelapan.
Setidaknya, dia adalah cahaya kecil bagi bapaknya , karena dengan keberadaannya di samping bapak, Bapak menjadi termotivasi untuk tetap bertahan dan terus berjuang hingga saat ini. Sandi adalah cahaya harapannya yang selama ini menjadi penyemangat hidup dan teman setianya.

Sandi adalah cahaya bagi adik-adiknya, karena keberadaannya menjadi perantara adik-adiknya mendapatkan jalan baru yang terang , meskipun dia sendiri harus mengorbankan diri untuk tetap berada dalam kegelapan itu.
Bagi almarhumah ibunya, dia adalah cahaya yang melalui keberadaannya dapat memberikan doa-doa yang menjadi penerang ibunya di tempat tinggal abadinya. Dan bagi orang-orang di sekelilingnya, dia adalah cahaya yang selalu menebar keceriaan dan ketulusan, yang membagikan cerita hidupnya yang penuh inspirasi sehingga orang lain dapat mengambil hikmah dari tiap episodenya.

Dan bagiku, dia adalah cahaya kecil yang melalui perantaranya Alloh mengajariku tentang makna keikhlasan, ketulusan, pengorbanan, kesabaran, dan kesederhanaan yang sebenarnya. Darinya aku dapat belajar untuk lebih mensyukuri hidup ini ^____^
Terimakasaih ya Robb.. karena Engkau telah mempertemukanku dengan sosok kecil ini..
Terimaskasih juga karena Engkau telah mempertemukanku dengan orang-orang yang luar biasa di tempat tinggal sementaraku ini..

Semoga kelak Engkau mempertemukan dan mengumpulkan kami kembali di Firdaus-Mu Robb.. amiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar