Anak kecil itu bernama Muhammad Nur Sandi, orang-orang biasa
memanggilnya Sandi. Umurnya baru 7 tahun setengah, ia tinggal berdua
dengan bapaknya di rumah kecil yang berada di belakang Asrama
Padjadjaran 2. Rumah kecilnya sebenarnya ‘tidak benar-benar rumah’
melainkan bekas ruang kantor PDAM yang sudah tidak terpakai. Di sana
hanya terdiri dari 2 ruangan, yaitu ruang tamu yang sekaligus menjadi
ruang tidur, dan kamar mandi berukuran ± 1x2 m. Sandi adalah
satu-satunya anak laki-laki dikeluarganya, ia sulung dari 3 bersaudara,
kedua adiknya perempuan.
****
Beberapa tahun silam, Ibu
Sandi baru berumur 16 tahun ketika menikah dengan bapak Sandi. Usia yang
sangat muda bahkan bisa dikatakan masih belia. Beliau adalah sosok
perempuan yang sabar, perhatian, sederhana dan penuh kasih sayang.
Sayangnya, beliau kini sudah tidak ada di dunia ini lagi, ibu Sandi
berpulang ke rahmat-Nya ketika sandi baru berumur 3 tahun, Seli ( adik
pertama Sandi ) berumur 2 tahun, dan Rika ( adik kedua Sandi berumur 3
hari ). Ibu Sandi meninggal dunia setelah melahirkan Rika, tepatnya
setelah 3 hari mengalami koma sesudah melahirkan Rika, dan diumur Rika
yang ke 3 hari ibu Sandi menghembuskan nafas terakhirnya saat
beristirahat ( tidur ) di kamarnya. Awalnya keluarga mengira kalau
beliau sedang tidur, tetapi setelah dibangunkan dan tidak ada reaksi,
akhirnya bapak Sandi memanggil dokter, setelah diperikasa, ternyata
beliau sudah tidak bernafas. Sang Khalik telah memanggilnya. Maha Suci
Alloh yang Maha Menciptakan dan mematikan hamba-Nya.
Alloh
menggantikan kepergian ibu sandi dengan menghadirkan seorang bayi
mungil, adik kedua Sandi di tengah-tengah keluarga mereka. Adik keduanya
ini diberi nama ‘ Salsa Salsabila’, namun setelah diasuh oleh paman
Sandi, beliau mengganti nama Salsa menjadi Rika Salsabila. Sejak paman
Sandi bercerai dengan istrinya, Rika pun pindah tangan ke asuhan
neneknya. Sehingga di rumah kecilnya, Sandi hanya tinggal bertiga dengan
bapak dan Seli, adik pertamanya. Sejak ibu sandi pergi, Sandi dan
adik-adiknya kehilangan sosok ibu yang selama ini menjadi teman,
sahabat, pendidik, dan tempat mereka bermanja-manja ria. Secara otomatis
bapak Sandi lah yang kini mengambil alih tugas-tugas tersebut. Namun
tetap saja, tidaklah sama keadannya sekarang. Mau tidak mau Sandi dan
Seli pun harus belajar mandiri dalam melakukan segala sesuatunya.
Pekerjaan
bapak Sandi sehari-hari adalah mencari dan mengumpulkan barang-barang
bekas. Setiap bapak pergi bekerja, Sandi dan Seli selalu ikut serta.
Mereka selalu mendampingi kemanapun bapak pergi. Karena tidak mungkin
keduanya ditinggal di rumah mereka yang jauh dari tetangga, Rumah mereka
adalah satu-satunya rumah warga yang ada di belakang Asrama. Di samping
kanan rumah mereka ada jalan raya yang menuju kiara payung, sedangkan
di belakang rumah adalah peternakan sapi dan di sekeliling rumah hanya
pepohonan. Orang-orang mungkin tak akan menyangka jika di belakang
asrama yang berdiri dengan megahnya itu ternyata ada keluarga kecil yang
tinggal di sana, terisolir dari dunia luar.
Sandi, bapak,
dan Seli biasa berangkat pagi dan pulang sore atau malam untuk mencari
dan mengumpulkan barang-barang plastic bekas. Tiap jengkal Unpad mereka
singgahi hanya untuk mengumpulkan barang-barang plastic bekas yang bagi
kebanyakan orang mungkin tidak berharga dan hanya dianggap sampah,
namun bagi mereka justru menjadi sumber penghasilan untuk bisa membeli
makan dan biaya hidup mereka. Meskipun hasilnya tidak sebanding dengan
jerih payah mereka.
Berangkat pagi dan pulang ketika
maghrib menjelang, sudah menjadi rutinitas sehari-hari mereka. Tiada
hari tanpa mengumpulkan barang palstik bekas. Teriknya matahari, baunya
sampah-sampah, dan debu yang menempel di tubuh mereka sudah menjadi
teman setia mereka.
Kini Sandi sudah menginjak umur 7
tahun lebih 6 bulan, dan Seli sudah berumur 6 tahun, usia ini sewajarnya
adalah usia dimana mereka sudah berhak mendapatkan pendidikan di
sekolah dasar, namun karena berbagai keterbatasan yang mereka miliki,
impian Sandi yang ingin bersekolah di usia 7 tahunnya itu, harus
terpending sementara. Bapak Sandi bingung memikirkan nasib ke dua
anaknya jika mereka sekolah,akan pakai apa untuk membayar segala
keperluanya nanti? Namun, beliau pun lebih kebingungan dan khawatir lagi
jika melihat ke dua anaknya harus ikut bersamanya untuk mengumpulkan
barang-barang bekas di saat anak-anak seumuran mereka justru asyik
dengan masa anak-anaknya di bangku sekolah, bermain dengan bebasnya,
belajar dengan ceria, dan menghabiskan waktu bersama teman-teman
sebayanya, sedangkan Sandi dan Seli justru harus berkawan dengan
teriknya matahari dan barang bekas.
Cita-cita bapak Sandi
adalah ingin membahagiakan anak-anaknya agar kelak nasib mereka tidak
seperti nasib beliau. Karena alasan itu, sampai sekarang beliau menunda
niatan untuk mencari pengganti ibu sandi. Karena menurutnya yang paling
utama sekarang adalah kebahagiaan ketiga anaknya. Lagipula, sosok ibu
Sandi masih belum bisa digantikan, untuk mengalihkannya bapak Sandi
memfokuskan diri dalam mengurus anak-anaknya dulu.
*****
Suatu
hari, ketika Sandi, Seli, dan bapak tengah berjalan pulang setelah
mengumpulkan barang-barang bekas, dan sampai di depan fakultas pertanian
Unpad, bapak Sandi baru teringat kalau karung tempat mereka
mengumpulkan barang-barang bekas hasil berkeliling seharian ini ternyata
lupa beliau bawa. Karung tersebut tertinggal di dekat sekre bersama BEM
Kema Unpad.
Bapak sandi pun berniat mengambil karung
tersebut. Sebelum berangkat,beliau berpesan kepada Sandi dan Seli agar
mereka tetap berada di tempat itu sampai bapak kembali. Sandi dan Seli
pun mengiyakan. Dengan berat hati dan rasa khawatir yang besar bapak pun
bergegas menuju tempat barang yang tertinggal. Bapak Sandi sengaja
tidak mengajak keduanya karena kasihan melihat Sandi dan Seli, khawatir
kecapean, karena itu bapak sengaja pergi sendiri ke sekre BEM dan
menyuruh Sandi dan Seli menunggunya di halte depan Faperta.
Beberapa
waktu kemudian, ketika bapak kembali ke tempat itu, Bapak sedikit
terkejut dan bertanya-tanya mendapati sepasang suami istri terlihat
berada di tempat Sandi dan Seli menunggunya. Seli sudah dalam pangkuan
sang ibu ketika bapak datang.
Siapakah mereka? Bapak bertanya dalam hati.
Kedua
orang asing itu pun memperkenalkan diri. Mereka adalah pemilik salah
satu toko di Ciseke yang kebetulan lewat di jalan depan Faperta dan
melihat kedua anak kecil, Sandi dan Seli berada di sana tanpa orang tua.
Sang Ibu pun tergugah hatinya dan berminat untuk mengajak Sandi dan
Seli ke rumahnya. Sebelum bapak datang, ibu tersebut sempat bertanya
pada sandi dan Seli perihal keluarga mereka, akhirnya sang ibu tahu
kalau mereka ternyata sudah tidak punya ibu, karena itu ibu tersebut
ingin mengajak Sandi dan Seli ke rumahnya untuk tinggal sementara di
sana. Oleh Karenanya, beliau pun menyampaikan keinginannya kepada bapak
Sandi sekaligus meminta izin. Bapak Sandi tidak bisa memutuskan dengan
mudah. Beliau menyerahkan keputusan kepada anak-anaknya, apakah menerima
ajakan ibu tersebut atau tidak. Saat itu Seli mengiyakan permintaan
sang ibu, sedangkan Sandi tetap memilih untuk tinggal bersama bapaknya.
Akhirnya Seli pun tinggal di rumah ibu tersebut.
Selama di
rumah tanpa kehadiran Seli, Sandi dan bapak merasa sangat kehilangan,
tidur tidak nyenyak, makan pun terasa tak enak. Sandi pun menjadi
kehilangan teman satu-satunya . Sebagai obatnya, biasanya mereka
menyempatkan mampir ke tempat tinggal Seli yang baru setelah selesai
berkeliling mengumpulkan barang bekas, tujuannya adalah menengok keadaan
Seli dan sebagai pengobat rindu.
Di tempat tinggal Seli
yang baru, ternyata Seli disambut hangat oleh keluarga barunya, sang ibu
sangat sayang dan perhatian pada Seli. Beliau langsung menyekolahkannya
begitu Seli tinggal di rumahnya. Keluarga baru Seli terlihat keluarga
yang ‘berada’, sehingga Seli pun dibuat nyaman di sana karena
kebutuhannya terpenuhi. Sandi dan bapak sangat bersyukur melihat keadaan
Seli yang baik-baik saja, bahkan terlihat semakin ceria dan bahagia di
lingkungan barunya.
Kini sudah lebih dari 6 bulan Sandi
dan bapak terpisah dengan Seli. Meskipun di awal-awal tinggal dengan
keluarga barunya Seli masih sering merajuk untuk minta pulang ke rumah
bapak, akan tetapi karena bujukan dari bapak yang memintanya agar tetap
tinggal di sana, akhirnya Seli pun bertahan di tempat itu hingga saat
ini.
Hal ini bapak lakukan bukan karena bapak tidak sayang pada
Seli, sehingga membiarkanannya tinggal dengan orang lain, justru karena
beliau teramat menyayangi Seli sehingga bapak tak ingin melihat putrinya
sengsara dan menjadi putus sekolah jika tinggal kembali dengannya. Tak
mudah bagi bapak untuk membiarkannya tinggal dengan orang-orang baru
yang tidak mempunyai hubungan darah dengan mereka, tetapi sulit juga
baginya jika harus membiarkan Seli kembali turun mencari barang-barang
bekas bersamanya. Hidup Seli kini sudah jauh lebih baik, Bapak tak ingin
merusaknya. Meskipun demikian, Bapak selalu berpesan kepada sang ibu,
jika keberadaan Seli di rumah beliau hanya merepotkan, maka tak segan
Bapak meminta agar ibu memulangkan kembali Seli ke rumah mereka. Namun,
Sang ibu pun mempertahankan Seli, beliau berjanji akan merawat Seli
dengan baik, kebetulan beliau adalah ibu dari 4 orang anak yang semuanya
adalah laki-laki, anak bungsunya sudah masuk kuliah, dan di rumah hanya
tinggal berdua dengan suaminya, dari dulu mereka sangat ingin mempunyai
anak perempuan, namun Alloh belum mengizinkankannya. Dengan keberadaan
Seli di rumahnya kini, sang ibu merasa Seli adalah jawaban dari
doa-doanya selama ini. Akhirnya Seli tetap tinggal dengan sang ibu, dan
terpisah dari Sandi dan bapak.
Sandi dan Bapak kini hanya
tinggal berdua. Keadaan Sandi sangat berbanding terbalik dengan Seli. Di
saat Seli mendapatkan keluarga baru yang sangat menyayanginya, Sandi
justru kehilangan satu-satunya teman bermainnya, tempat ia berbagi
segala hal dan menghabiskan waktu bersama. Di saat Seli nyaman dan
bahagia dengan keadaannya sekarang, Sandi masih harus bergelut dengan
kegiatan sehari-harinya yaitu menemani bapak mencari barang-barang
bekas. Berbeda ketika dulu Seli masih bersamanya. Mereka biasa bermain
bersama, mencari barang bekas bersama, makan, tidur, dan menghabiskan
waktu bersama. Kini hal itu sangat sulit untuk bisa dilakukan lagi. Seli
sudah punya dunia barunya, dan Sandi tidak pernah iri dengan keadaan
adiknya sekarang, ia turut bahagia melihat Seli bahagia, ia turut senang
melihat Seli senang. Ia adalah sosok yang tulus dan penuh keceriaan.
Tak pernah iri meskipun ia tak memiliki apa yang kini dimiliki dan
dinikmati adik pertamanya itu. Baginya kebahagiaan Seli adalah
kebahagiaannya juga.
Tanpa kehadiran Seli, Sandi dan bapak
tetap melakukan rutinitas mereka sehari-hari yaitu mencari dan
mengumpulkan barang bekas. Dan Suatu hari, ketika mereka melewati
mushola di Faperta, mereka menghentikan langkah sejenak untuk menepi ke
tempat tersebut. Bapak Sandi teringat akan rencana pekerjaan yang sempat
terlintas dipikirannya. Di depan rumah kecil mereka ada lahan yang
cukup luas yang belum termanfaatkan, Bapak Sandi berencana ingin
memanfaatkan lahan tersebut untuk melakukan kegiatan bertani agar
hasilnya bisa dipanen dan bisa digunakan untuk menutupi kebutuhan mereka
sehari-hari. Karena hasil dari menjual barang bekas rupanya kurang bisa
menutupi kebutuhan mereka.
Bapak pun memberanikan diri
bertanya kepada seorang mahasiswa yang ada di tempat itu. Beliau
menanyakan kalau bibit cabai bisa di dapat dimana, beliau ingin minta
bibit tersebut untuk menanami lahan di depan rumahnya yang kosong.
Berawal dari percakapan bibit tersebut, bapak pun dipertemukan dengan
ketua DKM Faperta. Dan pembicaraan tidak saja membahas tentang bibit,
akan tetapi mengarah ke pekerjaan bapak. Dalam percakapan itu ketua DKM
menawarkan pekerjaan kepada bapak sebagai petugas kebersihan di DKM,
kebetulan petugas yang lama sudah lama tidak bekerja, karena itu bapak
pun ditawari pekerjaan di tempat tersebut. Setelah memikirkannya dengan
pertimbangan yang matang, akhirnya bapak menerima pekerjaan itu.Berawal
dari sini lah episode kehidupan Sandi bertemu dengan keluarga barunya
dimulai.
Berangkat pagi ke DKM dan sore mencari barang
bekas, kini menjadi rutinitas baru Sandi. Dia tak pernah mengeluh dengan
kehidupannya. Ia hadapi semuanya dengan penuh keceriaan,ketulusan, dan
kesabaran.
Dan dari sini aku pun ditakdirkan bertemu dengan sosok
luar biasa ini. Bagiku, cerita hidup dan sosoknya sangat menginspirasi.
Aku selalu dibuatnya haru sekaligus kagum jika mendengar cerita
hidupnya.
Kini di DKM Al Amanah Faperta ini Sandi telah
menemukan keluarga barunya, di sini ia menemukan teman baru, lingkungan
baru, pengalaman baru, cerita baru, bahkan sosok kakak yang belum ia
punya, di sini lah ia bisa mendapatkannya. Sosok Sandi yang selalu
ceria, aktif, dan supel membuatnya banyak dikenal teman-teman mahasiswa
faperta khususnya para pengurus DKM,bahkan tukang ojek, supir angkot
gratis dan para petugas kebersihan Unpad. Di DKM ini lah ia biasa
menghabiskan waktunya sebelum turun mencari barang bekas. Di sini lah
tempatnya bermain, berbagi, dan belajar berbagai hal.
Di
saat teman-teman seumurannya yang lain dapat belajar di kelas dengan
tenang dan nyaman, ia justru memanfaatkan DKM sebagai tempat belajar dan
mengajinya, meskipun sering ramai karena banyak mahasiswa/i yang
berdatangan untuk sholat di sini, tetapi itu tidak menghalanginya untuk
belajar.
Ketika teman-teman seusianya asyik menggunakan waktu
kosongnya untuk bermain-main, ia justru harus turun ke berbagai tempat
untuk menemani ayahnya mencari dan mengumpulkan barang-barang bekas yang
nantinya mereka jual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Di
saat teman-teman seumurannya asyik beristirahat,menonton TV, tidur
siang, ia justru menghabiskan waktunya untuk menemani dan menunggui
ayahnya yang bekerja.
Dan di saat teman-teman seusianya dapat
merasakan kasih sayang dan belaian cinta dari seorang ibu yang sangat
dicintainya, ia justru tidak bisa mendapatkan itu semua.
Namun
ia tak pernah iri, tak pernah mengeluh, tak pernah menuntut, dan tak
pernah meminta agar itu semua bisa juga ia dapatkan. Sandi justru
menerima semuanya dengan kelapangan, ketulusan, dan keikhlasan. Tidak
ada keluhan yang terlontarkan, justru keceriaan lah yang ia tebarkan.
Dia seperti cahaya kecil yang memberikan penerangan di saat keadaan sekelilingnya dalam kegelapan.
Setidaknya,
dia adalah cahaya kecil bagi bapaknya , karena dengan keberadaannya di
samping bapak, Bapak menjadi termotivasi untuk tetap bertahan dan terus
berjuang hingga saat ini. Sandi adalah cahaya harapannya yang selama ini
menjadi penyemangat hidup dan teman setianya.
Sandi
adalah cahaya bagi adik-adiknya, karena keberadaannya menjadi perantara
adik-adiknya mendapatkan jalan baru yang terang , meskipun dia sendiri
harus mengorbankan diri untuk tetap berada dalam kegelapan itu.
Bagi
almarhumah ibunya, dia adalah cahaya yang melalui keberadaannya dapat
memberikan doa-doa yang menjadi penerang ibunya di tempat tinggal
abadinya. Dan bagi orang-orang di sekelilingnya, dia adalah cahaya yang
selalu menebar keceriaan dan ketulusan, yang membagikan cerita hidupnya
yang penuh inspirasi sehingga orang lain dapat mengambil hikmah dari
tiap episodenya.
Dan bagiku, dia adalah cahaya kecil yang
melalui perantaranya Alloh mengajariku tentang makna keikhlasan,
ketulusan, pengorbanan, kesabaran, dan kesederhanaan yang sebenarnya.
Darinya aku dapat belajar untuk lebih mensyukuri hidup ini ^____^
Terimakasaih ya Robb.. karena Engkau telah mempertemukanku dengan sosok kecil ini..
Terimaskasih juga karena Engkau telah mempertemukanku dengan orang-orang yang luar biasa di tempat tinggal sementaraku ini..
Semoga kelak Engkau mempertemukan dan mengumpulkan kami kembali di Firdaus-Mu Robb.. amiin