“Ketika logika
tak bisa menjelaskannya, mungkin hati bisa menjelaskannya. Atau aku
perlu memadukan keduanya, agar kau semakin mengerti…”
-Azizah
Ini sudah kesekian kalinya…
Ah,
sudah kubilang pada diriku sendiri berulang-ulang, bahkan pada
segelintir orang, bahwa aku wanita dibalik tirai senja, cukup mengerti
saja. Jangan tanya ada apa dan mengapa! Aku kira mereka mengerti
maksudku, tapi ternyata tidak cukup untuk dimengerti.
Takkan ada habis-habisnya jika kita membahas soal perasaan, terutama tentang
CINTA.
Sampai ke ujung dunia pun, bahkan sampai kau mati pun, cinta akan terus
ada dan mengikutimu, bahkan kau sendiri adalah jelmaan dari cinta.
Dahsyat sekali bukan persoalan cinta ini? :)
Cinta itu
anugerah Tuhan yang paling indah. Pasti kita semua setuju dengan
pernyataan ini. Tentu saja, karena cinta itu adalah dariNya dan akan
kembali padaNya, bukankah itu berarti bahwa cinta itu suci? Bukankah itu
berarti kita harus menjaga cinta dengan baik? Bukankah cinta itu
sesuatu yang benar, baik, dan indah? Bukankah itu berarti kita tidak
berhak menodainya? Jadi, tidak ada yang salah dengan CINTA, karena cinta
akan baik-baik saja selamanya. Jangan pernah menyesal telah merasakan
cinta (jatuh cinta) apalagi menyalahkan cinta, bukan cinta yang salah,
bisa jadi kita sendiri yang tidak bisa mengelola hati (cinta) dengan
baik, terkadang kita buta, mana yang cinta dan mana yang nafsu. Keduanya
berbeda tipis sekali. Bisa jadi selama ini kita mencampuradukkan
keduanya. ya, atas nama cinta yang dibayangin nafsu belaka.
Hah,
menulis ini sebenarnya sedikit membuatku sesak. Tapi, biarkan kali ini
hatiku yang merangkai kata, logikaku sedikit mengalah untuk persoalan
sakral ini. Kali ini, izinkan aku menceritakan sedikit potongan cinta
dalam hidupku :).
Dari rasa suka, kagum, sayang, kemudian CINTA.
Entahlah
sekarang perasaanku berada di posisi mana. Mungkin pertengahan antara
sayang dan cinta. Aku coba kembali ke perasaan yang lalu, dimana
perasaan itu berawal. Mencoba mengoreksi, apakah terselip nafsu di
dalamnya. Biarkan aku menjawabnya di dalam hati.
Memendam perasaan
itu menyesakkan hati. Aku yakin kau juga pernah merasakannya. Memendam
perasaan itu membuatmu menjadi “sakit”. Memendam perasaan itu membuatmu
merasa “kalah”. Sadarkah, kau telah dibunuh oleh bom waktu! Waktu memang
suatu saat akan mengobati rasa “sakitmu” itu, tapi dia juga
menertawakanmu. kali ini aku katakan padamu, jangan pernah mau
dikalahkan oleh waktu sedetik pun, kau harus bisa menatap waktu dengan
mata elangmu, karena setiap detik, ada makna yang tersimpan.
Jika
memendam perasaan membuatmu merasa “kalah” dan “sakit”, lalu kenapa kau
tidak mengatakan isi hatimu yang sebenarnya? Atau bagimu hal itu
terlihat konyol dan impulsif? Mmm… Tidak bagiku. Karena semua tergantung
bagaimana kita menyampaikan dan menyikapinya, tergantung bagaimana kau
merangkai katanya, dan tentu tergantung dari niatmu. Ini hanya masalah
sederhana.
Kau tahu, aku menjelaskan semua padanya dengan berbagai
cara! Aku tidak menuntut agar dia menjadi milikku, aku
tidak meminta dia membalas semua caraku dengan cara yang sama, sama
sekali TIDAK! Aku hanya ingin dia tahu dan mengerti bahwa aku “ADA”,
bahwa aku selama ini berusaha mengerti dan memahaminya. Itu saja, tidak
lebih. Sederhana bukan? Aku rasa itu cukup untuk menurunkan tingkat rasa
sesak di hati menjadi lega.
Dan sampai akhirnya, klimaks dari
segala rasa. Dia mengerti semua. Mengerti apa yang aku rasakan.
Menghargai apa yang aku rasakan. Hanya melalui kata-kata sederhana,
melalui imajinasi sederhana. Dan itu puncak rasa terlelahku. Dan
benar-benar habis kata-kataku untuknya. Akhirnya dia mengerti, walaupun
tidak ada perubahan yang berarti. Tapi, dia tetap menghargaiku sebagai
seorang wanita. Wanita dibalik tirai senja, yang baginya cukup
dimengerti saja tanpa bertanya ada apa dan mengapa.
Aku tidak
mengungkapkan perasaanku secara gamblang padanya, tidak. Ah, ayolah kita
sudah mulai dewasa. Kita punya cara tersendiri untuk mengungkapkannya
dengan baik dan anggun. Aku tidak merasa bahwa hal yang kulakukan adalah
sesuatu yang bodoh dan aku tidak merasa menyesal telah melakukannya.
Justru akan lebih bodoh rasanya berdiam diri dengan terus memendam
perasaan yang menyesakkan hati tanpa ada jalan keluarnya. Aku yakin
wanita tegas, dewasa, dan cerdas takkan berdiam diri jika sudah terjerat
persoalan hati. Aku tidak pernah menyesal telah memendam rasa itu dan
melakukan hal-hal “gila” untuknya.
karena cinta itu bukan logika saja, cinta itu juga bukan perasaan saja, cinta itu perpaduan antara logika dan hati (Perasaan).
Jadi, tak heran jika kau terkadang melakukan hal “gila” untuk orang
yang kau cintai. Itu wajar! Untuk apa disesali, karena memang itu
skenario hidupku dan menjadi bab dalam cerita hidupku. Aku bahagia bisa
merasakan dan mengalaminya. Bukan cinta namannya jika kau belum
melakukan hal “gila” untuknya :)
Akhirnya, aku kembalikan rasa itu
padaNya, aku terlalu lelah menggemgamnya sendirian dengan erat, toh
rasa ini milikMu dan kembali padaMu. Aku tidak terobsesi bahwa dia kelak
menjadi jodohku dengan segala “perjuangan gila” yang telah kulakukan,
tidak. Itu hanya upaya kecilku yang belum seberapa untuk menunjukkan
padaNya bahwa aku sedang berusaha. Jodoh itu di Tangan Tuhan, namun
Tuhan tidak akan mengirimkannya jika kita sendiri hanya berdiam diri.
Wanita
mengungkapkan perasaan pada lelaki? Tabu? Tidak! sudah kubilang
berulang-ulang jelaskan perasaanmu itu lewat caramu sendiri dengan baik
dan anggun! Katakan dengan tegas.
Ya, cinta memang tak harus
memiliki. Walaupun cinta memang tak harus memiliki, tapi kau punya hak
untuk mengungkapkan perasaanmu. Ungkapkan seperti kau sayang pada orang
tua, adik, kakak, temanmu. Ini hanya persoalan sederhana. Kau pasti
punya banyak cara untuk mencintai seseorang bukan?
Ungkapkanlah,
karena cinta itu kebaikan, kebahagiaan, dan keindahan. Sekali lagi,
cinta itu suci, kau harus tetap menjaga makna kesucian itu.
Satu
hal, jangan mencintai untuk dicintai. Karena itu akan meninggalkan
jejak yang tak tertilas. Cintailah Tuhanmu, cintailah dirimu, cintailah
semua orang dengan hatimu. Maka cinta akan datang padamu dengan
bijaksana dan sederhana. Cintailah untuk mencintai. Agar tidak ada rasa
sesak yang tertinggal.
"Aku
tidak mengekangmu dalam hatiku, karena itu bukan cinta. Aku hanya
membebaskan rasa untuk keluar dari hati dan pikiran, agar ia bisa
merasakan cinta yang sebenarnya. Aku bahagia melihatmu bahagia. Dan itu
tidak menyiksaku."
Jatinangor, 3 februari 2013
09.14 PM
^ZachryZah^